Meraih Kebahagiaan Sejati dengan Menyingkirkan Ego

Arvan Pradiansyah

Motivator Nasional – Leadership & Happiness

meraih kebahagiaan sejati
Kebahagiaan sejati didapatkan ketika kita menyingkirkan ego dan hasrat.

Seorang pemuda datang menemui Budha: “Aku menginginkan kebahagiaan sejati,” katanya. Budha pun berkata, “Ada dua cara meraih kebahagiaan sejati. Pertama, singkirkan “Aku”. Itu adalah Ego. Kedua, singkirkan “menginginkan”. Itu adalah Hasrat.

“Dengan demikian yang ada padamu hanya tinggal satu: “Kebahagiaan,” kata Budha lagi.

Apa yang dikatakan Budha sungguh sederhana tapi begitu menginspirasi. Untuk mencapai kebahagiaan sejati kita memang harus menyingkirkan ego, juga hasrat dan keinginan.

Ego memang berbanding terbalik dengan kebahagiaan. Tingkatkan ego Anda, maka kebahagiaan Anda akan menurun. Turunkan ego Anda, maka kebahagiaan Anda akan meningkat. Kedengarannya sungguh sederhana, tapi bagaimana caranya?

Kebahagiaan Sejati Vs Ego

Orang yang memiliki ego tinggi senantiasa berpusat pada dirinya. Dan semakin ia memikirkan dirinya sendiri semakin banyaklah yang ia inginkan – sesuatu yang diinginkan berarti hal tersebut belum berhasil ia capai. Ini membuatnya semakin merasa kekurangan dan tentu saja menurunkan kebahagiaannya.

Tapi coba turunkan ego Anda, mulailah  melihat orang lain dan berpikir: apa yang bisa aku berikan kepada orang lain? Maka seketika itu juga Anda akan mulai merasa berkecukupan. Anda punya sesuatu yang bisa diberikan kepada orang lain. Anda punya sesuatu yang berguna, yang bermanfaat. Inilah yang membuat hidup Anda berarti, bermakna. Inilah kebahagiaan yang hakiki.

Inilah keindahan hidup ini. Segala sesuatu yang kita lakukan dalam hidup sesungguhnya adalah untuk melayani diri kita sendiri. Namun ada dua cara untuk bisa mencapainya. Cara pertama adalah dengan melayani orang lain. Kita melayani diri kita dengan cara melayani orang lain.  Kita melakukan kebaikan pada orang lain dan dengan demikian kita merasa hidup kita berguna dan bermakna. Coba Anda perhatikan hal ini. Bukankah tujuan akhirnya adalah untuk diri kita sendiri? Betapa indahnya ketika kita bisa melayani diri kita dengan cara melayani orang lain.

Namun banyak orang yang merasa cara pertama tadi membutuhkan langkah yang agak rumit. Kalau ujungnya adalah untuk diri kita sendiri, mengapa kita harus menempuh jalan yang berliku dengan melayani orang lain terlebih dahulu? Mengapa tidak menempuh jalan yang lebih singkat saja dan langsung kepada tujuan intinya. Inilah yang membuat banyak orang menggunakan cara kedua. Kita melayani diri kita sendiri saja, tak perlu melayani orang lain, karena bukankah tujuan terakhir dari melayani orang lain itu tak lain tak bukan adalah untuk diri kita sendiri?

Akibat Mementingkan Diri Sendiri

meraih kebahagiaan sejati
Leave the ego. Otherwise everyone will leave you, tinggalkan ego Anda, kalau tidak semua orang akan meninggalkan Anda.

Orang-orang yang menempuh jalan singkat ini tidak menyadari bahwa melayani orang lain sesungguhnya menghasilkan sesuatu yang tidak pernah mereka dapatkan yaitu perasaan berguna, bermanfaat, berharga dan bermakna. Orang yang hanya melayani dirinya sendiri tidak pernah merasakan perasaan bermakna. Mereka tidak akan pernah bahagia. Yang mungkin mereka rasakan hanyalah kesenangan (pleasure).

Inilah yang terjadi pada seorang yang berego tinggi.  Orang-orang ini begitu sibuk dengan dirinya sendiri sehingga lupa akan kepentingan orang lain. Akibatnya ia semakin ditinggalkan teman-temannya dan akhirnya hanya orang-orang tertentu yang masih bersamanya. Orang-orang yang tinggal ini sesungguhnya bukan temannya yang sejati. Mereka sedang mencari waktu yang tepat untuk bisa memanfaatkannya.

Karena itu tepat sekali kata-kata bijak yang berbunyi: Leave the ego. Otherwise everyone will leave you, tinggalkan ego Anda, kalau tidak semua orang akan meninggalkan Anda.

Sesungguhnya ego yang begitu tinggi ini didorong oleh sebuah perasaan tidak aman (insecure). Orang yang insecure senantiasa merasa dirinya kecil. Ini tentu saja membuatnya tidak nyaman.  Itulah sebabnya ia kemudian berusaha membangun imajinasi tentang kehebatan, kebesaran dan kemuliaan dirinya. Gambaran tersebut sesungguhnya tidak benar, tetapi karena diulang terus menerus dalam pikirannya maka hal tersebut seolah-olah menjadi sebuah kebenaran.

Disinilah orang-orang yang berego tinggi berada, mereka hidup dalam ilusi dan angan-angan mengenai kehebatan mereka yang sayangnya tidak dilihat oleh orang lain. Perbedaan persepsi tentu saja menimbulkan berbagai masalah yang mengganggu. Orang-orang yang berego tinggi ini sering dianggap arogan, egois, keras kepala, mudah marah dan senang memaksakan kehendak kepada orang lain.

Turunkan Egomu, Kebahagiaan Sejati akan Datang Padamu

Untuk menyelamatkan situasi ini tak ada jalan lain, ego ini harus dilemahkan. Salah satu cara terbaik melakukan hal itu adalah dengan berpuasa. Dengan puasa kita berusaha melemahkan ego dan keinginan kita, sebaliknya kita memberikan kesempatan kepada jiwa kita untuk mengambil alih situasi. Ketika kita tidak berpuasa, jiwa kita ini lebih sering tertutup dengan kebutuhan jasmani kita, bahkan kita mungkin tidak menyadari keberadaan jiwa kita ini.

Satu hal yang perlu dicatat disini, memiliki ego yang tinggi bisa diderita oleh setiap orang, dan ini terjadi secara berangsur-angsur sehingga mungkin tidak kita sadari. Saya sendiri adalah contohnya. Sebagai motivator saya sering sekali mendapatkan pujian dari banyak orang yang merasa puas dengan pelayanan saya, merasa mendapat inspirasi dari seminar dan pelatihan yang saya selenggarakan maupun pencerahan dari tulisan-tulisan saya. Tentu saja ini adalah kondisi yang “rawan” bagi saya.

Namun sejak dulu saya sudah mempraktekkan satu hal yang cukup powerful. Setiap menerima pujian saya senantiasa mengatakan kalimat singkat ini: “Terima kasih, Alhamdulillah”, artinya: Segala puji hanyalah untuk Allah. Saya benar-benar meyakini kebenaran kalimat ini. Segala puji hanyalah bagi Allah, bukan saya. Saya sesungguhnya hanyalah penyampai, saya hanya media. Karena itu saya tidak berhak mendapatkan kredit dari apapun yang saya sampaikan. Semuanya adalah milik Tuhan. Bila demikian halnya, masih pantaskah kita berbangga hati dan menyombongkan diri?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


kelebihan arvan pradiansyah