Kebahagiaan dan Kesejahteraan adalah Kunci Kesuksesan

Arvan Pradiansyah

Motivator Nasional – Leadership & Happiness

kebahagiaan dan kesejahteraan
Melbourne, Australia terpilih sebagai The Most Liveable City in The World.

Banyak orang yang mengatakan bahwa dengan mencapai kesuksesan kita dapat meraih kebahagiaan dan kesejahteraan. Namun, apakah pemikiran seperti itu benar?

Minggu lalu saya mengikuti The 6th World Congress on Positive Psychology di Melbourne, Australia. Ini adalah kongres yang sudah lama saya tunggu kehadirannya. Maklumlah, selain karena topiknya sedang sangat saya geluti saat ini, baru kali inilah acara ini diadakan di belahan bumi selatan. Kelima kongres sebelumnya selalu diadakan di belahan utara: di Amerika Serikat dan Kanada.

Dipilihnya Australia sebagai tempat kongres dunia ini adalah agar bisa menghadirkan lebih banyak peserta dari Asia, Afrika dan Australia. Ini tentu saja sangat penting karena Psikologi Positif saat ini tengah menjadi sebuah trend dunia, sebuah kecenderungan global. Melbourne ditetapkan sebagai tuan rumah karena kota yang cantik ini sudah 7 kali berturut-turut terpilih sebagai The Most Liveable City in The World versi The Economist (The Economist Intelligence Unit’s – IEU). Baru tahun lalu posisi Melbourne sebagai kota yang paling nyaman untuk ditinggali ini diambil alih oleh Wina, Austria.

Tingkat Kebahagiaan dan Kesejahteraan Mengalami Penurunan

Ada banyak topik dan isu yang menarik dalam kongres yang dihadiri sekitar 1500 orang dari 50 negara ini. Bagaimanapun, Martin Seligman, Pendiri dan Pelopor Psikologi Positif dari Amerika Serikat masih menjadi tokoh sentralnya. Yang menarik kali ini Marty – demikian Seligman biasa dipanggil —  bisa dengan mudah diakses oleh setiap peserta yang hadir. Ia benar-benar hadir dalam keseharian kongres dan meluangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan siapapun dalam suasana yang santai dan bersahabat. Ini situasi yang sangat berbeda dengan ketika saya bertemu Marty beberapa tahun lalu dalam sebuah konferensi di Sydney, dimana ia hanya ada ketika memberikan materi dan tak bisa dijumpai dalam keseharian konferensi.

Marty menjadi pembicara utama dalam kongres dunia ini. Dalam makalahnya “Living Positive Psychology” ia menyampaikan kecenderungan global yang menjadi keprihatinan kita bersama. Dunia mengalami kemakmuran dan kemajuan di berbagai bidang, tetapi kebahagiaan dan kesejahteraan (well being) justru mengalami penurunan. Menurut Marty ada 3 penyakit yang kini melanda dunia: depresi (depression), kecemasan (anxiety) dan kemarahan (anger). Depresi diderita oleh sekitar 300 juta orang dari berbagai golongan usia sementara kecemasan diderita sekitar 284 juta orang. Kemarahan tidak memiliki angka yang spesifik, tetapi ini merupakan kecenderungan global yang cukup memprihatinkan.

Penyebab dari semua ini adalah karena sampai hari ini masih banyak orang yang meyakini bahwa kesuksesan berbanding lurus dengan kebahagiaan. Keyakinan ini membuat orang mengejar kesuksesan sekeras-kerasnya agar bisa lebih berbahagia. Padahal kenyataannya semakin besar kesuksesan diraih, semakin kecillah tingkat kebahagiaan dan kesejahteraan kita. Ini mestinya membuka mata kita bahwa kesuksesan dan kebahagiaan bukanlah berada dalam satu paket. Masih banyak orang yang memiliki paradigma bahwa sukses adalah sebab, sementara bahagia adalah akibat. Dengan menempatkan bahagia sebagai akibat dari sukses, maka kita tidak akan pernah mengupayakan kebahagiaan karena percaya bahwa ia akan datang dengan sendirinya ketika kesuksesan telah diraih. Ini tentu saja paradigma yang kurang tepat.

Kunci Kesuksesan yang Sebenarnya

kebahagiaan dan kesejahteraan adalah kunci kesuksesan
Kebahagiaan dan kesejahteraan adalah kunci kesuksesan.

Kebahagiaan (happiness) dan kesejahteraan (well being) sesungguhnya bukanlah akibat. Keduanya adalah sebab. Ketika kita mengupayakan kebahagiaan dan kesejahteraan maka kita akan mendapatkan hidup yang lebih berkualitas. Lantas bagaimana dengan pencapaian kita? Jangan khawatir,  hidup yang bahagia dan sejahtera sesungguhnya bukan hanya berkaitan dengan kondisi mental dan emosional kita saja tetapi juga senantiasa terkait dengan pencapaian kita. Tidak ada orang yang bisa hidup dengan sejahtera – hanya dengan kualitas mental dan emosional tertentu —  tetapi tanpa menghasilkan pencapaian apapun.

Sekali lagi kita diingatkan akan konsep PERMA (Positive Emotion, Engagement, Relationship, Meaning, Accomplisment) yang dikemukakan Marty lebih dari 10 tahun yang lalu. Dalam PERMA yang merupakan rumus kesejahteraan (well being), A yang merupakan huruf terakhir adalah singkatan dari Accomplishment yang berarti pencapaian. Konsep PERMA adalah konsep well being yang paling banyak dibicarakan oleh para ahli dan praktisi Psikologi Positif yang menghadiri kongres ini.

Beberapa peneliti bahkan menambahkan unsur Health sehingga menciptakan akronim baru: PERMAH. Semua ini dijadikan tolok ukur untuk menciptakan kesejahteraan di berbagai bidang kehidupan.  Dunia pendidikan, misalnya, saat ini telah menyadari bahwa tujuan pendidikan bukanlah sekedar untuk mendapatkan nilai yang baik, tetapi agar setiap siswa berkembang (flourish) dan mencapai peningkatan di setiap unsur PERMA-nya. Begitu juga di dunia kerja.

Dunia kini telah sampai pada sebuah kesadaran bahwa pengejaran target yang sangat ambisius akan menurunkan PERMA, karena itulah sekarang para konsultan dan ahli dalam bidang Kebahagiaan dan Psikologi Positif banyak yang telah dilibatkan untuk menciptakan budaya perusahaan yang memenuhi unsur-unsur PERMA. Semakin lama orang semakin sadar bahwa ketika PERMA tidak tercapai maka organisasi akan mengalami kemunduran secara jangka panjang.

Mindfullness Menciptakan Kebahagiaan dan Kesejahteraan

kebahagiaan dan kesejahteraan
Keterkaitan Mindfullnes dengan terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan.

Ada banyak tips dan tools yang disajikan dalam kongres ini, namun salah satu yang saya rasakan paling berkesan dan paling banyak diminati  dunia saat ini adalah mindfulness. Mindfulness sendiri sesungguhnya bukanlah konsep yang benar-benar baru. Ia diadaptasi dari tradisi Budha yang sudah hidup ribuan tahun lamanya. Inti dari mindfulness adalah bagaimana menciptakan momen dalam hidup kita dimana aktivitas dan perhatian kita menjadi satu. Jadi intinya adalah menyatukan badan, pikiran dan jiwa kita pada satu tempat, pada apa yang saat ini sedang kita lakukan. Bila penyatuan ini terjadi maka kita akan berada pada tingkat kebahagiaan yang tertinggi. Ini kedengarannya sangat sederhana, padahal prakteknya luar biasa sulit apalagi untuk kita yang selalu sibuk dan lebih sering “berada di masa depan”.

Jembatan untuk menciptakan mindfulness adalah pada nafas kita. Nafas lebih sering menjadi sesuatu yang otomatis dan tak bermakna padahal nafas sesungguhnya adalah sebuah cara untuk senantiasa menyatukan badan, pikiran dan jiwa, menguasai diri kita, dan berbahagia. Ini sesungguhnya sangat sederhana. Jadi “rumus ajaib” di dunia ini adalah: semakin maju sebuah peradaban, semakin perlulah kita kembali kepada hal-hal sederhana yang sering dianggap remeh seperti bernafas. Semua itu dibutuhkan agar kita bahagia. Dan inilah dasar dari segalanya seperti yang dikemukakan Aristoteles: Manusia diciptakan untuk menjadi bahagia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


kelebihan arvan pradiansyah