Love People Use Things

Arvan Pradiansyah

Motivator Nasional – Leadership & Happiness

love people

Kalimat Love People di atas mungkin terdengar sebagai sesuatu yang biasa. Tapi sekarang coba Anda tukar pasangannya: Love Things, Use People, Cintai Benda, Gunakan Manusia. Anda pasti akan mulai merasa bahwa ada masalah yang serius di sana.

Mencintai benda akan mengeraskan hati dan menjauhkan kita dari kebahagiaan. Orang yang mencintai benda akan memenuhi agenda hidupnya dengan mengumpulkan dan menumpuk benda-benda.  Paradigma ini akan melahirkan ketamakan, keserakahan – juga kekikiran.

Begitu juga dengan orang yang menggunakan orang. Ia memperlakukan manusia sebagai alat yang bisa digunakan sekehendak hatinya. Ia mengabaikan kebutuhan emosional orang lain. Orang yang seperti ini sesungguhnya adalah orang yang kejam dan merusak kemanusiaan.

Namun banyak orang yang menganut paradigma “Love Things, Use People”  tanpa menyadarinya. Dengan mengatakan seperti ini saya sesungguhnya ingin melihat diri saya sendiri, karena jangan-jangan saya juga melakukannya. Tak perlu heran, ini memang kecenderungan setiap manusia.

Mengapa kita cenderung “Mencintai Barang dan Menggunakan Orang”? Paling tidak ada 2 alasannya. Pertama, karena kita takut berbagi. Kalau kita mencintai orang bukankah justru kita harus berbagi? Ini yang membuat kita merasa berat karena ketika berbagi kita akan kehilangan sebagian milik kita. Beda dengan mencintai barang. Ketika mencintai barang kita akan menjaga barang-barang kita sehingga kita merasa aman.

Alasan kedua, karena kita ingin mengendalikan dan mengontrol. Kita mencintai barang karena barang dengan mudah dapat kita kontrol. Barang dapat diperlakukan sekehendak hati kita. Ini bedanya dengan mencintai orang – karena mencintai orang justru berarti melepaskan orang itu untuk menjadi dirinya sendiri. Ini  membuat kita merasa kehilangan kendali.

Lantas bagaimana sebaiknya kita memperlakukan barang? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus memahami hakekat barang itu sendiri. Barang adalah untuk digunakan – bukan disimpan. Bukankah sebuah barang hanya akan bernilai ketika ia digunakan?

Tiba-tiba saya jadi teringat pada diri saya sendiri. Belakangan ini saya merasa bahwa lemari pakaian saya sudah terlalu penuh. Padahal ada banyak pakaian yang sudah lebih dari setahun tak pernah saya sentuh apalagi saya pakai. Artinya pakaian-pakaian tersebut tidak digunakan dan karenanya tidak berguna. Tetapi anehnya saya selalu merasa sayang untuk memberikannya kepada orang lain.

Inilah contoh dari mencintai barang. Ketika mencintai barang kita sulit memberikannya kepada orang lain – padahal kita sendiri juga tidak menggunakannya. Ini berarti kita telah menyia-nyiakan kesempatan untuk membuat orang lain menjadi lebih baik.

Saya ingat suatu ketika dulu saya pernah memberikan sebuah jas yang tak saya pakai kepada seseorang di kampung. Saya lupa kalau saya pernah memberikannya. Tetapi suatu ketika sewaktu pulang kampung orang itu menyalami saya sambil mengatakan bahwa jas yang saya berikan ia gunakan untuk sebuah momen terpenting dalam hidupnya yaitu pesta pernikahannya. Wow.. saya benar-benar terharu waktu itu. Sesuatu yang bagi saya tidak berharga ternyata benar-benar bernilai penting di mata orang lain.

Sesungguhnya saya perlu mencontoh apa yang dilakukan oleh orang terdekat saya: istri saya sendiri. Istri saya sangat sering belanja pakaian. Tetapi setiap beberapa bulan sekali ia selalu “menguras” lemari bajunya, mengeluarkan pakaian-pakaian yang sudah tak dipakainya dan memberikannya pada orang lain. Kadang saya heran karena baju-baju yang ia keluarkan masih bagus, bahkan mungkin belum sampai setahun ia miliki. Namun itu memang prinsip hidupnya dalam mengelola barang: ketika ia membeli 1 baju ia akan langsung memberikan 1 baju lamanya kepada orang lain. Karena itu lemari pakaiannya selalu tertata dengan baik. Jumlah bajunya tak pernah bertambah. Lama-lama saya berpikir bahwa mungkin ini adalah salah satu cara terbaik untuk mengelola barang-barang dalam kehidupan kita.

love people use things

Lantas bagaimana dengan manusia? Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki kehormatan, harga diri dan perasaan –  yang perlu kita jaga dan perlakukan dengan baik. Maka kata kunci untuk menyikapinya adalah: Love People. Orang harus kita kasihi, harus kita penuhi kebutuhan emosionalnya – baru kemudian kita bisa memanfaatkannya.

Memanfaatkan orang bukanlah sebuah kesalahan. Bukankah setiap manusia ingin menjadi orang yang bermanfaat? Dan bukankah agar menjadi manfaat mereka harus bersedia dimanfaatkan? Bukankah bisnis juga berarti saling memanfaatkan untuk kemajuan bersama? Jadi memanfaatkan orang itu baik-baik saja, yang salah adalah ketika kita menggunakan orang. Lantas apa beda memanfaatkan dengan menggunakan? Memanfaatkan selalu dimulai dengan mengasihi terlebih dahulu, dengan memperlakukan mereka sebagai manusia yang bermartabat. Sementara menggunakan hanya memperlakukan mereka sebagai benda saja.

Kenyataannya kita sering hanya berkomunikasi dengan orang ketika kita membutuhkan mereka. Namun ketika tidak membutuhkan kita melupakan mereka bahkan menghapus nama mereka dari daftar kontak kita. Bila demikian kita masuk dalam kategori ini: memperlakukan orang hanya sebagai benda semata-mata untuk memuaskan keinginan kita.

Setiap orang perlu disapa, dihormati, dihargai dan diapresiasi. Itu akan mengeluarkan potensi terindah yang mereka miliki. Bangunlah silaturrahmi bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan kita. Komunikasi yang hanya bertujuan memenuhi kebutuhan kita sendiri bukan Love People namanya tetapi Selfish.

Untuk informasi pelatihan terkini dalam bidang Leadership dan Happiness dari Motivator Terbaik Indonesia, Arvan Pradiansyah, Anda bisa menghubungi tim ILM pada Kontak WA berikut :  
0812-12345-949.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


kelebihan arvan pradiansyah